huks

Kedatangan Hesty membuyarkan lamunanku. Aku masih memegang erat-erat handphoneku, sesekali menatap layarnya, membaca kembali sebuat chat yang tiga menit lalu baru saja kuterima.

Aku sudah mencoba membalas. Mengetik kata demi kata di layar sebesar 4 inch. Lalu menghapusnya. Mencoba mengetik lagi huruf per huruf, dan menghapusnya kembali. Begitu berulang-ulang.

Hesty   : Hayo sedang apa?

Ochi     : nih *menyodorkan handphone*

Hesty   : ah , aku sudah tidak kaget lagi dengan ini semua. Jadi ini yang ke berapa?

Ochi     : Jangan becanda. Kamu tidak lihat, sekarang aku sedang memasang mimik serius? Kamu tidak lihat jidatku      berkerut memikirkan jawabannya?

Hesty   : ochi, ochi, bukannya kamu sudah sangat handal dalam membalas email, pesan, chat dengan jawaban yang seluruhnya serupa? Lalu kenapa kamu sekarang bingung?

Ochi     : selama ini, kamu beranggapan aku salah gak dengan jawaban-jawaban itu?

Hesty   : salah besar chi, disini kamu sudah jadi penjahat “perasaan”. Haha.

Ochi     : kamu… aku serius.

Hesty   : aku bingung aja dengan kamu. Sebenarnya adakah yang sedang kamu tunggu?

Ochi     : yang sedang aku tunggu, maksud kamu apa?

Hesty   : hmm, adakah seseorang yang sedang kamu tunggu kedatangannya? Siapa orangnya, siapa?

Ochi     : tidak ada…

Hesty   : lantas?

Ochi     : aku hanya ingin menunggu.

Hesty   : iyaa, tapi siapa?

Ochi     : tidak tahu siapa.

Hesty   : dasar aneh!

Ochi     : aku hanya ingin menunggu. Ya, menunggu saja. Disini. Dalam diam. Penuh harap. Dan aku tidak tahu siapa dia, bagaimana rupanya, dimana dia, sekarang lagi apa? Aku hanya ingin menunggu. Aku aneh ya?huks

Hesty   : aneh sekali!